Pengaruh tingkat risiko pembiayaan musyarakah Terhadap Return on Asset (ROA) pada PT BPR Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis keuangan yang
melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 membawa dampak yang sangat buruk
pada sektor perbankan Indonesia. Terpuruknya sektor perbankan akibat krisis
ekonomi memaksa pemerintah melikuidasi bank-bank yang dinilai tidak sehat dan
tidak layak lagi untuk beroperasi. Hal ini mengakibatkan timbulnya krisis
kepercayaan dari masyarakat terhadap industri perbankan atas diberlakukannya
system bunga yang cenderung tidak menguntungkan.
Undang-undang No. 10
tahun 1998 merupakan dampak positif dari munculnya bank syari’ah pertama di
Indonesia, yaitu bank muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri pada 1 November
1991 sebagai hasil kerja tim perbankan dan Majlis Ulama Indonesia (MUI).
Undang-undang ini telah mempelopori berdirinya bank-bank syari’ah sebagai
alternative perbankan nasional, antara lain Bank Syai’ah Mandiri (BSM) dan
Bannk IFI cabang Syari’ah pada 28 Juni 1999, disusul kemudian oleh cabang
syari’ah BNI pada April 2000.[1]
Sejak
di berlakukannya Undang-Undang perbankan syariah, yang
kemudian diperkuat lagi
dengan dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional
MUI mengenai
pengharaman bunga bank yang tercantum dalam fatwa DSN MUI
No.01/DSN-MUI/IV/2000
sampai No.04/DSN-MUI/IV/2000 maka pekembangan
perbankan syariah di
Indonesia sampai saat ini dapat dikatakan tumbuh sangat
pesat.
Hal
ini ditunjukkan oleh total aset perbankan syariah sampai Agustus 2005
mencapai Rp.18,23
triliun, dari sisi pembiayaan menunjukan pertumbuhan yang
lebih pesat yaitu dari
Rp5,53 triliun (1,16% pangsa pasar) tahun 2003, menjadi
Rp.11,48 triliun (2,1%
pangsa pasar) tahun 2004, kemudian menjadi Rp.14,77
(2,32% pangsa pasar)
pada Agustus 2005 sehingga sampai Agustus 2005 jumlah
kantor bank syariah
mencapai 549 kantor yang terdiri dari 457 bank umum
syariah dan unit usaha
syariah serta 92 BPRS.[2]
Munculnya
konsep perbankan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil
dinilai lebih
menguntungkan daripada bank konvensional yang masih menerapkan
sistem bunga. Hal ini
disebabkan sistem bagi hasil pada bank syariah tidak
terpengaruh oleh
tingkat suku bunga SBI yang fluktuatif dan bersifat spekulatif
sehingga kerugian
akibat perubahan tingkat suku bunga akan dapat dihindarkan,
sebagaimana dalam QS.
Al Imran : 130 Allah SWT telah berfirman:
تُفْلِحُونَ لَعَلَّكُمْ اللّهَ وَاتَّقُواْ مُّضَاعَفَةً أَضْعَافاً الرِّبَا تَأْكُلُواْ لاَ آمَنُواْ الَّذِينَ أَيُّهَا يَا
“Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan
bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan” (QS. Al Imran
: 130).
Ayat
di atas menjelaskan bahwa Allah telah melarang memakan riba agar manusia
tidak mendapat kerugian, hal ini terbukti dengan berkembangnya transaksi
perbankan syariah dengan sistem bagi hasil banyak diminati masyarakat termasuk
pembiayaan bagi hasil dengan prinsip syariah.
Berdasarkan
data Bank Indonesia (BI) per April 2005 pembiayaan perbankan syariah mencapai
Rp 16,55 triliun, naik 75,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya yang sebesar Rp 9,42 triliun. Sementara itu pembiayaan bank syariah
pada Agustus 2006 naik 2,6% atau naik dari akhir 2005 sebesar 2,19% dari total
pembiayaan perbankan. (www.bi.go.id).
Adanya
peningkatan produk pembiayaan syariah khususnya pembiayaan bagi hasil perlu
juga diperhatikan tingkat risiko dari pembiayaan tersebut. Hal ini karena,
pembiayaan bagi hasil merupakan akad kerjasama investasi yang merupakan bagian
dari natural uncertainty contract (teori pencampuran). Di dalam natural
uncertainty contract, tidak ada yang dapat memastikan tingkat pengembalian
(return) yang diperoleh. Artinya, jenis produk ini memiliki tingkat risiko
yang cukup besar. Kita mengetahui bahwa sebuah risiko mempunyai dua sisi mata
uang yang saling berbeda. Satu sisi merepresentasikan keuntungan, sisi lainnya
ternyata juga melambangkan kerugian. Adanya ketidakpastian hasil yang diperoleh
tersebut, tentu berisiko tinggi bagi bank syariah yang turut menginvestasikan
dana yang dimilikinya.
Sedangkan
dari segi finansial, pembiayaan bagi hasil memang relatif lebih menguntungkan
dibandingkan dengan pembiayaan jual beli, namun risikonya juga lebih
besar sehingga memungkinkan debitor lebih menyukai pembiayaan bagi hasil ini
karena mereka berasumsi ketika merugi dari usaha yang dijalankan akan ditanggung
bersama dengan bank dan akibatnya akan berpengaruh pula pada keberhasilan bank
dalam menjalankan usahanya.
Berdasarkan
penjelasan di atas, meskipun bank syariah mengembangkan usahanya tanpa
menggunakan sistem bunga tetapi memakai prinsip bagi hasil, namun kecenderungan
bank untuk menghadapi risiko atas pembiayaan yang diberikan pasti akan selalu
ada. Hal tersebut pada akhirnya akan mengganggu aktivitas bank terutama
perolehan keuntungan dalam menjalankan usahanya. Hal ini dapat terlihat dari
besarnya rasio pembiayaan bermasalah Non Performing Financing (NPF) perbankan
syariah per Maret 2006 sebesar 8, 19%, sedangkan akhir tahun 2005 sebesar 7,56
%. (www.infobanknews.com).
Risiko
pembiayaan muncul akibat adanya ketidakmampuan nasabah dalam
mengembalikan
pinjaman sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Besar kecilnya
tingkat risiko pembiayaan menunjukkan kemampuan suatu bank dalam mengelola
dana. Hal demikian jelas harus menjadi bahan pertimbangkan bagi
bank agar dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat beroperasi secara
lancar dan dapat menghasilkan tingkat keuntungan atau kinerja keuangan bank
yang baik.
Kinerja keuangan bank
merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan atas kesehatan suatu bank.
Penilaian kinerja keuangan bank salah satunya dapat dilihat dari besarnya Return
on Asset (ROA). Semakin besar Return on Asset yang dimiliki bank,
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai serta semakin baik pula
posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Dengan kata lain, Return on
Asset dapat menunjukkan efisiensi manajemen dalam penggunaan aset untuk mendapatkan
keuntungan. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh bank, salah satunya
disebabkan oleh tingkat keberhasilan operasional bank. Ketika produk perbankan
terutama produk pembiayaan bagi hasil bermasalah maka kinerja bank dalam
mendapatkan keuntungan (profitabilitas) akan terganggu bahkan jika hal tersebut
terus terjadi maka tingkat kesehatan bank pun akan terancam.
PT BPR Syariah Rahmah
Hijrah Agung merupakan salah satu bank perkreditan yang kegiatan pokoknya
adalah menghimpun dana serta menyalurkan pembiayaan dengan prinsip syariah.
Dengan demikian, produk penghimpunan dana dan produk pembiayaan ini merupakan
aset penting bagi keberlangsungan usaha bank. PT BPR Syariah Rahmah Hijrah
Agung yang mulai berdiri tahun 1994 sebagai
salah satu BPRS perintis di Indonesia khususnya di Lhokseumawe tentunya tidak
selalu memperoleh tingkat keuntungan yang sama, artinya bank selalu dihadapkan
pada kesempatan memperoleh laba
sekaligus kerugian atas usaha yang dijalankan. Berikut adalah pencapaian laba
serta total aset tahun berjalan pada PT BPR Syariah Rahmah Hijrah Agung tahun
2001-2006.
Tabel 1.1
Perbandi total asset dan laba/rugi
Tahun 2001-2006
Tahun
|
Aset
|
Laba/Rugi
|
ROA (%)
|
2001
|
939.127.000
|
(90.931.000)
|
(9,68)
|
2002
|
1.231.564.000
|
(105.001.000)
|
(8,53)
|
2003
|
1.370.903.000
|
(157.470.000)
|
(11,49)
|
2004
|
2.420.158.000
|
41.682.000
|
1,72
|
2005
|
3.562.851.000
|
136.071.000
|
3,82
|
2006
|
5.281.599.000
|
171.722.000
|
3,25
|
Sumber
: Laporan Keuangan PT BPRS Rahmah Hijrah Agung tahun 2001-2006
Berdasarkan
data keuangan tersebut, terlihat bahwa pada tiga tahun pertama bank memperoleh
kerugian. Kerugian tahun 2002 naik sebesar 15,47% dari tahun 2001 dan tahun
2003 naik sebesar 49,97 % dari tahun 2002. Terjadinya kerugian tersebut
mengakibatkan Return on Asset (ROA) bank selama tiga tahun pertama
berada di bawah normal bahkan hingga mencapai -11,49%.
Pada
tahun 2004 kinerja keuangan bank menunjukan adanya peningkatan, hal tersebut
dapat dilihat dari hasil perolehan laba dan bank tidak lagi menderita kerugian
sebagaimana tiga tahun sebelumnya. Perolehan laba pada tahun 2005 naik sebesar
226% dari tahun 2004, namun pada tahun 2006 prosentase perolehan laba turun
menjadi 26% dari tahun 2005. Demikian halnya dengan Return on Asset
(ROA) yang diperoleh pada tahun 2006 mengalami penurunan dari tahun 2005
yaitu dari 3,82% menjadi 3,25% pada tahun 2006.
Terjadinya penurunan
prosentase pencapaian laba dan ROA pada tahun 2006 terindikasi karena
meskipun total laba yang diperoleh meningkat namun total aset yang dimiliki
juga bertambah dan prosentase peningkatan laba tidak sebanding dengan adanya
kenaikan aset. Hal tersebut berarti telah terjadi penurunan efisiensi manajemen
aset dalam memperoleh keuntungan yang terindikasi salah satunya karena adanya
peningkatan total pembiayaan musyarakah bermasalah pada tahun 2006 di PT
BPR Rahmah Hijrah Agung dibanding tahun sebelumnya.
Keuntungan yang
diperoleh bank sebagian besar berasal dari pembiayaan yang diberikan, salah
satunya adalah pembiayaan musyarakah yang merupakan produk bagi hasil
yang banyak diminati daripada pembiayaan bagi hasil lainnya. Jika pembiayaan
ini lancar maka bank akan mendapatkan keuntungan namun jika pembiayaan tersebut
bermasalah maka dapat mengurangi keuntungan yang seharusnya diperoleh.
Berdasarkan penjelasan
yang telah dipaparkan di atas serta berdasarkan data keuangan dan kondisi
pembiayaan musyarakah yang terjadi di PT BPR Syariah Rahmah Hijrah Agung
yang akan dijadikan tempat penelitian, penulis tertarik untuk lebih mengetahui
dan meneliti bagaimana tingkat risiko pembiayaan musyarakah serta
pengaruhnya terhadap Return on Asset (ROA) pada PT BPR Syariah Rahmah
Hijrah Agung tersebut. Dengan demikian, judul selengkapnya dari penelitian ini
adalah “Pengaruh tingkat risiko pembiayaan musyarakah Terhadap Return on Asset (ROA) pada PT BPR Syariah Rahmah Hijrah Agung Lhokseumawe”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka masalah yang dirumuskan dalam proposal ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat risiko pembiayaan musyarakah pada PT BPRS Rahmah Hijrah
Agung Lhokseumawe?
2. Bagaimana Return on Asset (ROA) pada PT BPRS Rahmah Hijrah Agung Lhokseumawe?
3. Bagaimana pengaruh tingkat risiko
pembiayaan musyarakah terhadap Return on Asset (ROA) pada PT BPRS
Rahmah Hijrah Agung Lhokseumawe?
C. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan yang hendak dicapai dari proposal penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat risiko
pembiayaan musyarakah pada PT BPRS
Rahmah Hijrah Agung Lhokseumawe.
2. Untuk mengetahui Return on Asset (ROA) pada PT BPRS Rahmah Hijrah Agung Lhokseumawe.
3. Untuk mengetahui pengaruh tingkat risiko
pembiayaan musyarakah terhadap Return on Asset (ROA) pada PT BPRS
Rahmah Hijrah Agung Lhokseumawe.
D. Mamfaat Penulisan
Dalam melakukan
penulisan proposal ini, penulis berharap agar setelah penelitian ini selesai
dapat bermamfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan, diantaranya:
1. Secara Teoritis
Bagi kepentingan
akademik, diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya
tentang perbankan syari’ah serta dapat menjadi bahan kajian lanjut mengenai
masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia perbankan terutama perbankan
syaria’ah khususnya tentang risiko pembiayaan musyarakah.
2. Secara Praktis
Dapat menambah ilmu
tentang perbankan syari’ah khususnya mengenai pembiayaan musyarakah serta dapat mengetahui aplikasi yang sebenarnya dari
pelaksanaa manajemen keuangan bank dalam hal ini manajemen perbankan syari’ah,
serta dapat menguasai metode dalam melakukan penelitian.
E. Definisi Operasional
Mengingat judul
penelitian ini menimbulkan polemik atau penafsiran yang bermacam-macam, berikut
peneliti mendefinisikan judul dengan variable judul :
1. Pembiayaan Musyarakah
Dibawah ini adalah beberapa
pengertian musyarakah dari beberapa sumber yang digunakan sebagai acuan, yaitu:
Musyarakah adalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana.
Musyarakah yaitu pembiayaan
berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2. Return
on Asset (ROA)
Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini
dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Halim, 2005).
Salah satu bentuk investasi di pasar modal adalah saham. Investor saham dapat
mengharapkan return dalam bentuk
dividen dan atau capital gains. Dividen
merupakan bagian laba bersih perusahaan kepada pemegang saham, sedangkan capital
gains merupakan selisih
positif antara harga perolehan saham dengan harga pasar saham. Gordon dan
Lintner (Brigham dan Houston, 2001) dalam Wahyudi dan Baidori (2008) menyatakan
bahwa sesungguhnya investor jauh
lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan
yang diharapkan dari keuntungan modal (capital
gain). Investor umumnya
menginginkan pembagian dividen yang
relatif stabil karena dengan stabilitas dividen tersebut dapat meningkatkan
kepercayaan terhadap perusahaan, sehingga mengurangi unsur ketidakpastian dalam
investasi (Ang, 1997).
F. Kajian Terdahulu
Sejauh pencarian
peneliti melalui digital dan manual baik melalui pustaka dan blog, peneliti
tidak menemukan judul yang sama.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pembiayaan Musyarakah
1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah secara
etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata syaraka شَرَكَ yang bermakna
bersekutu, meyetujui. Sedangkan menurut istilah, musyarakah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.[3]
Lewis dan Algaoud juga
memberikan definisi musyarakah sebagai sebuah bentuk kemitraan dimana dua orang
atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka untuk merbagi keuntungan,
menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama.
2. Landasan Hukum Pembiayaan Musyarakah
Dasar hukum
dari Musyarakah ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Shaad ayat 24:
Artinya:
“Sungguh,
dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan
kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu
berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan kebajikan dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud
menduga bahwa Kami mengujinya maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu
menyungkur sujud dan bertobat.” (Q.S. Shad: 24)
Rasulullah Saw bersabda :
Artinya: "Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
'Sesungguhnya Allah berfirman, 'Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat
selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.'" (H.R. Abu Dawud)
Ayat
dan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mengakui tentang
eksistensi perkongsian serta membolehkannya selama salah satu pihak yang
bersekutu tetap memegang teguh kesepakatan yang telah dibuat dan tidak
berkhianat.
3. Jenis-jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua
jenis, yaitu: syirkah al-milk dan syirkah uqud (kontrak). Syirkah al-milk terjadi
karena warisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan suatu
asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau
lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan
yang dihasilkan asset tersebut.
Syirkah
uqud tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih
setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun
sepakat membagi keuntungan dan kerugian. Syirkah uqud terbagi menjadi:
al-'inan, al-mufawwadhah, al- a'mal danal-wujuh. Para ulama berbeda
berbeda pendapat tentang mudharabah, apakah ia termasuk jenis musyarakah atau
bukan.
Beberapa ulama
menganggap mudharabah termasuk kategori musyarakah karena memenuhi rukun dan
syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap
al-mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah.
Syirkah
al-'inan adalah kontrak antara dua orang
atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana
dan berpartisipasi dalam kerja, dan kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan
kerugian sebagaimana yang disepakati dalam kontrak. Akan tetapi, porsi
masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak
harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
Syirkah
al-mufawwadhah adalah kontrak kerja sama
antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan setiap pihak membagi
keuntungan dan kerugian secara sama. Dalam jenis syirkah inisyarat
utamanya adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban
utang dibagi oleh masing-masing pihak.
Syirkah
al-a'mal atau syirkah abdan adalah
kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama
dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
Syirkah
al-wujuh adalah kontrak antara dua orang
atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis,
dimana mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual
barang tersebut secara tunai, dan mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian
berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap
mitra. Jenis syirkah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara
kredit berdasar pada jaminan tersebut, sehingga syirkah ini biasa disebut
dengan musyarakah piutang.[4]
4. Implementasi Musyarakah
dalam Perbankan Syariah
Implementasi musyarakah
dalam perbankan syariah dapat di jumpai pada pembiayaan-pembiayaan seperti:
a. Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya
diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama
menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah proyek itu
selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah
disepakati untuk bank.
b. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan
khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan,
musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan
untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau
menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
Pada prinsipnya
musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena keduanya merupakan
sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih untuk
mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi
(nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Mudharabah dan
musyarakah berbeda pada beberapa hal sebagaimana berikut :
Dalam aqad mudharabah,
shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib, dan dalam
manajemen shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi
dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya
penyelewengan. Bagi hasil diberikan setelah proyek atau usaha yang
dijalankan mudharib selesai dijalankan. Sedangkan dalam musyarakah, kedua
belah pihak ikut andil dalam pemodalan equity
participation dan masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen, sehingga
porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya
modal yang dikeluarkan dan frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen ini.
Sedang bila usaha merugi, maka kedua pihak sama-sama menanggung kerugian
tersebut karena musyarakah menganut azas PLS.
Dari pemaparan di atas,
baik mengenai mudharabah maupun musyarakah bahwasanya perbedaan bank syariah
dengan bank konvensional dapat dilihat pada hubungan antara bank dengan
nasabahnya. Hubungan antara bank syariah dengan nasabahnya
bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara
penyandang dana shahib al-mal dengan
pengelola dana mudharib. Sedangkan
pada bank konvensional, para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana di
bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Demikian pula bank
memberikan pinjaman kepada pihak-pihakyang memerlukan dana berdasarkan
kemampuan mereka membayartingkat bunga tertentu.
B.
Return on Asset (ROA)
1. Pengertian Return on Asset (ROA)
Return on Assets (ROA)
merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam analisis laporan keuangan,
rasio ini paling sering disoroti, karena mampu menunjukkan keberhasilan
perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan manghasilkan
keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan
datang. Assets atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta
perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing yang
telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang digunakan untuk
kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut Brigham dan
Houston “Rasio laba bersih terhadap total aktiva mengukur pengembalian atas
total aktiva (ROA) setelah bunga dan pajak”.[5]
Menurut Horne dan Wachowicz,
“ROA mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva
yang tersedia; daya untuk menghasilkan laba dari modal yang di investasikan”.
Horne dan Wachowicz menghitung ROA dengan menggunakan rumus laba bersih setelah
pajak dibagi dengan total aktiva.[6]
Bambang Riyanto menyebut
istilah ROA dengan Net Earning Power Ratio (Rate of Return on Investment / ROI)
yaitu kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan neto. Keuntungan neto yang beliau maksud adalah keuntungan neto
sesudah pajak.[7]
Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa ROA atau ROI dalam penelitian ini adalah mengukur
perbandingan antara laba bersih setelah dikurangi beban bunga dan pajak (Earning
After Taxes / EAT) yang dihasilkan dari kegiatan pokok perusahaan dengan
total aktiva (assets) yang dimiliki perusahaan untuk melakukan aktivitas
perusahaan secara keseluruhan dan dinyatakan dalam persentase.
2.
Perhitungan
Return on Assets (ROA)
Menurut Brigham dan
Houston (2001), pengembalian atas total aktiva (ROA) dihitung dengan cara
membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan total
aktiva.
Semakin besar nilai
ROA, menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik pula, karena tingkat
pengembalian investasi semakin besar. “Nilai ini mencerminkan pengembalian
perusahaan dari seluruh aktiva (atau pendanaan) yang diberikan pada perusahaan”.[8]
3.
Kelebihan
dan Kelemahan Return on Assets
Kelebihan ROA
diantaranya sebagai berikut:
a. ROA mudah dihitung dan dipahami.
b. Merupakan alat pengukur prestasi
manajemen yang sensitive terhadap setiap pengaruh keadaan keuangan perusahaan.
c. Manajemen menitikberatkan perhatiannya
pada perolehan laba yang maksimal.
d. Sebagai tolok ukur prestasi manajemen
dalam memanfaatkan assets yang dimiliki perusahaan untuk memperoleh
laba.
e. Mendorong tercapainya tujuan perusahaan.
f. Sebagai alat mengevaluasi atas penerapan
kebijakan- kebijakan manajemen.
Di samping beberapa
kelebihan ROA di atas, ROA juga mempunyai kelemahan di antaranya:
a. Kurang mendorong manajemen untuk
menambah assets apabila nilai ROA yang diharapkan ternyata terlalu
tinggi.
b. Manajemen cenderung fokus pada tujuan
jangka pendek bukan pada tujuan jangka panjang, sehingga cenderung mengambil keputusan
jangka pendek yang lebih menguntungkan tetapi berakibat negatif dalam jangka
panjangnya.[9]
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Desain
penelitian adalah Kerangka kerja dalam suatu studi tertentu, guna mengumpulkan,
mengukur dan melakukan analisis data sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Ikbal Hasan mengungkapkan bahwa “Jenis-jenis desain penelitian
terdiri dari desain eksploratori, desain deskriptif dan desain kausal“.
Berdasarkan hal tersebut, adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah desain kausal, yaitu “Desain yang berguna untuk menganalisis
hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana
suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya“. Sedangkan sifat hubungan dari
desain kausal ini adalah hubungan asimetris atau hubungan kausal yaitu
“Hubungan yang terjadi jika variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.”[10]
Sedangkan
jenis metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional. Sebagaimana
diungkapkan Husein Umar dalam Metode Riset Bisnis bahwa:
Metode
korelasional adalah riset yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan
variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Perbedaan utama dengan
metode yang lain adalah adanya usaha untuk menaksir hubungan dan bukan sekedar
deskripsi. Periset dapat mengetahui berapa besar kontribusi variabel bebas
terhadap variabel terikatnya serta besarnya arah hubungan.[11]
Metode korelasional
digunakan dalam penelitian ini dikarenakan untuk mengetahui keeratan dan
kontribusi/pengaruh tingkat risiko pembiayaan musyarakah terhadap Return
on Asset (ROA) yang kemudian akan diambil sebuah kesimpulan.
B.
Definisi dan Operasional Variabel
1. Pengertian Variabel
Sugiyono mendefinisikan
variabel sebagai “Atribut dari sekelompok orang atau objek yang mempunyai
variasi antara satu objek dengan objek yang lainnya dalam kelompok tersebut”.[12]
Berdasarkan pengertian
tersebut, adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu
tingkat risiko pembiayaan musyarakah sebagai variabel bebas (variabel X)
dan Return on Asset (ROA) sebagai variabel terikat (variabel Y). Adapun
definisi kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tingkat Risiko
Pembiayaan Musyarakah
Tingkat risiko
pembiayaan musyarakah merupakan risiko yang timbul karena bank tidak
dapat memperoleh kembali dana yang telah disalurkan kepada nasabah melalui
pembiayaan musyarakah. Dengan kata lain, tingkat risiko pembiayaan musyarakah
merupakan rasio yang menunjukan risiko yang dihadapi bank atas pembiayaan musyarakah
yang diperoleh dengan cara membagi saldo NPF (Bad Debt) musyarakah
dengan total pembiayaan (Total Loan). Tingkat risiko pembiayaan musyarakah
ini dapat dihitung dengan rumus:[13]
b. Return
on Asset (ROA)
Return
on Asset (ROA) merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan secara
keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai bank serta semakin baik pula posisi bank tersebut dari
segi penggunaan aset. Dengan demikian rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:[14]
2. Operasional Variabel
Terdapat dua variabel
yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tingkat risiko pembiayaan musyarakah
sebagai variabel bebas (variabel X) dan Return on Asset (ROA) sebagai
varibel terikat (variabel Y). Variabel-variabel tersebut jika didefinisikan
secara operasional ke dalam penjabaran konsep diantaranya adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variable
|
Dimensi
|
Indikator
|
Skala
|
Varibel X
Tingkat risiko pembiayaan musyarakah
|
· Pembiayaan
musyarakan bermasalah
· Total
pembiayaan musyarakah
|
Perbandingan total pembiayaan musyarakah bermasalah dengan total pembiayaan musyarakah
|
Rasio
|
Variable
Return on
Asset
(ROA)
|
· Laba
bersih
· Total
aktiva
|
Perbandingan laba bersih dengan total aktiva
|
Rasio
|
C. Populasi dan Tenhnik Sampling
1.
Populasi
Sugiyono
mengatakan bahwa “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan peneliti untuk dipelajari, sehingga dapat ditarik kesimpulannya“.
Adapun
dalam penelitian ini, populasi yang akan diteliti adalah laporan keuangan
berupa neraca dan laporan rugi laba serta data pembiayaan musyarakah dan
pembiayaan musyarakah bermasalah yang terdapat pada PT BPR Syariah Rahmah
Hijrah Agung.
2. Teknik Sampling
Menurut Komaruddin
Sastradipoera “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki”. Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara
tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap
dapat mewakili populasi. Dengan memikian, sampel yang diambil hendaknya relevan
dan dapat mewakili karakteristik populasi.[15]
Adapun teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling dengan
pendekatan Purposive Sampling yaitu “Teknik penentuan sampling dengan
memilih objek penelitian atau sampel secara sengaja dengan pertimbangan
tertentu.”[16]
Hal tersebut dilakukan karena selain untuk memperoleh data yang lebih aktual
juga berdasarkan atas kebijakan pihak manajemen bank yang memberikan data
penelitian.
D.
Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
merupakan prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang
diperlukan. Adapun teknik pengumpulan data yang utama dilakukan dalam
penelitian ini diantaranya adalah:
1. Teknik Dokumentasi yaitu teknik
pengumpulan data dengan menelaah dokumentasi berupa laporan keuangan serta
catatan keuangan yang ada di PT BPR Syariah Rahmah Hijrah Agung terutama
catatan keuangan yang berhubungan dengan pembiayaan musyarakah bermasalah
dan informasi lain yang menunjang penelitian.
2. Wawancara, yang dilakukan terhadap
Direktur Utama PT BPR Syariah Rahmah Hijrah Agung dan terhadap beberapa staf
untuk memperoleh informasi yang menunjang penelitian.
E.
Tehnik Analisis Data
Sebagaimana diungkapkan
Patton dalam Ikbal Hasan, analisis data adalah “Proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar”.[17]
Adapun bentuk analisis
data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis kuantitatif. Hasil analisis
kuantitatif disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan
diinterpretasikan dalam suatu uraian atau penafsiran.
Berdasarkan penjelasan
di atas, adapun teknik analisis data yang dilakukan
dalam penelitian ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Menghitung besarnya variabel X (Tingkat
risiko pembiayaan musyarakah) dengan membagi pembiayaan musyarakah bermasalah
dengan total pembiayaan musyarakah kemudian dideskripsikan sesuai data
yang diperoleh.
b. Menghitung besarnya variabel Y (Return
on Asset) dengan membagi total laba bersih dengan total aktiva dari data
yang diperoleh untuk kemudian dideskripsikan.
c. Menghitung persamaan regresi linier
sederhana dengan menggunakan bantuan SPSS 12.0 for Windows.
Analisis regresi linier
sederhana digunakan dalam penelitian ini karena selain data berupa skala rasio,
mendekati distribusi normal serta mendekati linier juga dimaksudkan untuk dapat
menjawab rumusan masalah ”Bagaimana pengaruh tingkat risiko pembiayaan musyarakah
terhadap Return on Asset (ROA)” yang merupakan hubungan fungsional
dan kausalitas. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh pendapat Riduwan yang
menyatakan bahwa ”Regresi sederhana dapat dianalisis karena didasari oleh
hubungan fungsional atau hubungan sebab akibat (kausal) variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y)”.[18]
Berdasarkan hal
tersebut, selanjutnya teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh variabel X terhadap Y dalam penelitian ini digunakan
analisis regresi linier sederhana untuk kemudian ditarik sebuah kesimpulan.
Adapun koefisien regresi linier sederhana ini dapat diketahui dari persamaan:
Keterangan:
Ŷ = Return on Asset (ROA)
X = Tingkat risiko pembiayaan
a
= Nilai konstanta harga Y, jika X=0
b
= Nilai arah regresi sebagai penentu nilai prediksi yang menunjukkan nilai
peningkatan(+) atau nilai (-) variable Y.
[1] Antonio,
Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori
Kepraktik. Jakarta : Gema Insani Press, 2001, hal. 27
[2] Harisman. “Kondisi Umum Perbankan Syariah
Indonesia:Regulator Perspective”. Dalam Proceeding Seminar Nasional Bank
Indonesia (2005), Strategi
Pengembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Jakarta :Proceeding Seminar Nasional Bank Indonesia, 2005, hal 7
[3] Muhammad
Syafi'i Antonio, Bank Syariah: dari Teori
ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 95
[4] Ibid, hlm. 90
[5] Brigham,
Houston, Fundamentals of Financial
Management, Ninth Edition, Horcourt College, United States of America,
2001, hal 90
[6] Horne
dan Wachowicz, Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan. Edisi kedua belas. Jakarta: Salemba Empat, 2005, hal. 235
[7] Bambang,
Riyanto, Dasar-Dasar Pembelanjaan
Perusahaan, Edisi Keempat, Cetakan Ketujuh, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta.
2001, hal. 336
[8] Wild, John,
K.R. Subramanyam, dan Robert F. Halsey.Analisis
Laporan Keuangan. Edisi Delapan,
Buku Kesatu. Alih Bahasa : Yanivi dan Nurwahyu. Jakarta: Salemba Empat, 2005,
hal. 65
[9] Ibid, hal. 105
[10] Hasan, M.
Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi
Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Bogor, 2002, hal. 33
[11] Umar, Husein. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis
Bisnis. PT. Raja Grafindo Persada , Jakarta. 2003, hal 47
[12] Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung
: CV Alfabeta. 2002, hal 2
[13] Teguh Pudja
Muljono, Manajemen Perkrediatan Bagi Bank
Komersial, Edisi Keempat, Yogyakarta. 1999, hal 120
[14] Dendawijaya Lukman, Manajemen
Perbankan, Edisi kedua. Jakarta : Ghalia Indonesia. 2003, hal 120
[15] Komaruddin Sastradipoera, Mencari Makna di Balik
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi.Bandung: Kapp-Sigma. 2005, hal 288
Comments
Post a Comment