REVIEW KITAB TA'LIM MUTA'LIM Makalah Pascasarjana
REVIEW KITAB
TA’LIM MUTA’LIM
Direview
Oleh:
Syukri Yusda
A. Pendahuluan Kitab Ta’lim Muta’lim
Kitab ta’lim
muta’lim merupakan sebuah kitab yang menjelaskan tentang proses pembelajaran
yang menjadi objeknya adalah ilmu, tempat, waktu, motivasi, santri dan guru.
Didalam kitab tersebut dijelaskan tentang tatacara dan adab-adab dalam menuntut
ilmu. Berikut penulis uraikan tentang fasal yang terdapat dalam ta’lim
muta’lim.
1. فصل :
فى ماهية العلم، والفقه، وفضله.
2. فصل :
فى النية فى حال التعلم.
3. فصل :
فى اختيار العلم، والأساتذ، والشريك، والثبات.
4. فصل :
فى تعظيم العلم وأهله.
5. فصل :
فى الجد والمواظبة والهمة.
6. فصل :
فى بداية السبق وقدره وترتيبه.
7. فصل :
فى التوكل.
8. فصل :
فى وقت التحصيل.
9. فصل :
فى الشفقة والنصيحة.
10. فصل :
فى الإستفادة واقتباس الأدب.
11. فصل :
فى الورع.
12. فصل :
فيما يورث الحفظ، وفيما يورث النسيان.
13. فصل :
فـيمـا يجـلب الـرزق، وفيـما يمـنع، وما يزيـد فى العـمـر، وما ينقص.
Kitab
ini saya beri nama Ta'limul Muta'alim Thariqatta'allum. Yang
terdiri dari tiga belas pasal.
Pertama, menerangkan hakekat ilmu, hukum
mencari ilmu, dan keutamaannya.
Kedua, niat dalam mencari ilmu.
Ketiga, cara memilih ilmu, guru, teman,
dan ketekunan.
Keempat, cara menghormati ilmu dan guru
Kelima, kesungguhan dalam mencari ilmu,
beristiqamah dan cita-cita yang luhur.
Keenam, ukuran dan urutannya
Ketujuh, tawakal
Kedelapan, waktu belajar ilmu
Kesembilan, saling mengasihi dan saling
menasehati
Kesepuluh, mencari tambahan ilmu pengetahuan
Kesebelas, bersikap wara' ketika menuntut
ilmu
Kedua belas, hal-hal yang dapat
menguatkan hapalan dan yang melemahkannya.
Ketiga belas, hal-hal yang mempermudah
datangnya rijki, hal-hal yang dapat memperpanjang, dan mengurangi umur.
وما توفيقى إلا بالله عليه توكلت
وإليه أنيب
Tidak ada
penolong kecuali Allah, hanya kepada-Nya saya berserah diri, dan kehadirat-Nya
aku kembali.
B. Biografi Pengarang
Berdasarkan
hasil penelusuran penulis bahwa pengarang kitab ta’lim muta’lim adalah
Al-Zarnuji. Nama lengkap beliau adalah Burhanuddin Ibrahim Al-Zarnuji
Al-Hanafi, sedangkan laqab beliau adalah Burhanul Islam dan Burhanuddin. Namun
belum diketahui secara pasti waktu dan tempat lahirnya. Nama Zarnuji di
nisbatkan pada suatu tempat yang bernama Zurnuj yang berada di wilayah Turki,
sementara Al-Hanafi diyakini dinisbatkan kepadanya karena mazhab yang dianutnya
yaitu mazhab hanafi.
Perjalanan hidup
Al-Zarnuji tidak dapat diketahui secara pasti, meski yakini dia hidup pada masa
Abbasiyah di Baghdad, kapan pastinya masih menjadi perdebatan sehingga sekarang.
Al-Quraisyi menyebut Al-Zanurji hidup pada abad ke 13, sementara orientalis
seperti G.E. Von Grunebaun, Theodera M. Abel, Plesner dan J.P. Berkey mereka
meyakini bahwa Al-Zarnuji hidup di ujung abad ke 12 dan awal abad ke 13.
Al-Zanurji
menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand, dua tempat yang disebut sebagai pusat
keilmuan, pengajaran dan sebagainya. Selama menimba ilmu Al-Zanurji banyak
belajar dari Syeh Burhanuddin yaitu pengarang kitab Al-Hidayah dan Syeh
Khawahir Zadah seorang mufti di Bukhara dan Hamad bin Ibrahim seorang yang
dikenal ahli ilmu fikih, ilmu kalam dan sastra Arab, dan beliau berguru sampai
Syeh Zahiruddin bin Ali Al-Murghinani yang dikenal sebagai seorang mufti
Samarkand.
C. Review Isi Kitab Ta’lim Muta’lim
Kritik Positif dan Negatif terhadap
Kitab Ta’lim Muta’alim Ahlak merupakan tingkah laku manusia yang dapat
menggambarkan kepribadiannya. Ahlak juga merupakan suatu hal yang vital untuk
dibentuk dan dipelajari. Karena, ahlak dapat dijadikan sebagai suatu penghantar
menuju kesuksesan. Oleh karenanya, saya sangat setuju dengan statement Syaikh
Al-Zarzuni dalam kitab Ta’lim Muta’alim yang mengatakan bahwa bidang study
ahlak wajib dipelajari. Hal ini dapat mengantarkan kita bagaimana menggunakan
ilmu yang kita miliki. Di zaman era globalisasi ini, nampaknya bidang study ini
mulai dilupakan dan sedikit demi sedikit terkikis di dunia pendidikan.
Pendidikan saat ini, sebagian besar menyajikan materi-materi apa yang
dibutuhkan sekarang. Kalaupun ada bidang study ahlak hanya sebatas untuk
diketahui. Oleh karena itu, jangan heran banyak orang yang mengaku
berpendidikan tinggi namun moralnya lebih rendah daripada orang yang
berpendidikan hanya sampai SD. Banyak para pemimpin, pejabat dan tokoh-tokoh
yang diakui di masyarakat untuk mampu memimpin masyarakat namun perangainya
tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Di negeri ini koruptor saat ini
dilindungi. Uang sudah menjadi raja bagi para pemilik kursi panas itu, sehingga
banyak diantara mereka yang terjerumus ke lembah hitam. Padahal mereka lulusan
perguruan tinggi S-1 atau bahkan ada yang S-2 dan S-3 yang mana mereka sudah
bagaimana berperilaku menjadi manusia yang baik dan amanah. Mengenai hal
tersebut, dalam pandangan saya hal ini menandakan bahwa ahlak ataupun moral
sudah dikesampingkan. Realita saat ini, pendidik lebih banyak mengajar dalam
arti hanya menyampaikan materi daripada mendidik ataupun membentuk dan membina
kepribadian peserta didik agar memiliki tabi’at yang baik. Seyogyanya, pendidik
mengajar dan membina kepribadian peserta didik dengan baik. Ketika kita mau
belajar selain ahlak yang harus kita pakai, ada suatu hal yang sangat penting
yang harus kita lakukan yakni niat untuk belajar.
Pada hakikatnya, niat merupakan
motor penggerak kita dalam melakukan suatu perbuatan apalagi hal ini berkaitan
dengan mencari ilmu. Belajar diawali dengan niat yang baik akan mengantarkan
kita pada jalan yang lurus selama menyelam di dunia pendidikan. Karena niat
merupakan media antara tujuan kita dan batasan-batasan yang harus kita capai. Niat
dapat memunculkan pertanyaan-pertanyaan di benak kita yang sekiranya dapat
merumuskan tujuan hidup kita. Pertanyaan tersebut seperti; Untuk apa kita
belajar?, Bagaimana kita belajar agar tujuan kita tercapai?, Mau di bawa ke
mana ilmu yang kita miliki?. Apabila kita sudah memikirkan hal-hal tersebut,
kita pasti bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan tidak menyia-nyiakan waktu
yang kita miliki. Kita dapat merumuskan waktu adalah ilmu. Dalam fasal 3
mengenai memilih ilmu saya tidak setuju dengan pernyataan “Tekunilah Ilmu kuna
dan jauhilah ilmu baru”.
Dalam keterangannya ilmu baru
dikategorikan ilmu perdebatan seperti filsafat. Dari pernyataan tersebut
tersirat bahwasannya kita hanya diwajibkan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang
berkenaan dengan agama dan mengenyampingkan ilmu pengetahuan yang terus
berkembang mengikuti arus peradaban dunia. Menurut saya baik ilmu agama taupun
ilmu perdebatan seperti filsafat harus dipelajari dan ditekuni. Dewasa ini,
menyampaikan ayat al-quran dan hadits Nabi tanpa menggunakan penuturan logika
seperti menggunakan ilmu filsafat akan mudah dipatahkan oleh nonmuslim. Karena
saat ini, telah banyak lahir pemahaman-pemahaman agama yang menyimpang.
Sehingga kita butuh pemaparan-pemaparan logis yang sesuai dengan pedoman umat
muslim untuk meluruskan pemikiran mereka. Kalau argumen kita yang benar tidak
dapat dipertahankan dan dipertanggungjawabkan tidak menutup kemungkinan kita
akan terjerumus ke duni mereka. Nah, dengan adanya keseimbangan antara ilmu
agama dan ilmu pengetahuan umat muslim akan kaya peradaban tidak dicemooh lagi
oleh bangsa barat yang memiliki frame umat muslim itu gaptek dan kuno.
Kemudian, saya tidak sependapat
dengan adanya pelajar harus memilih guru. Saat ini, hal itu sudah tidak lazim
lagi dilaksanakan. Bagaimana tidak, zaman sekarang di lembaga pendidikan formal
ataupun informal guru sedah memiliki jobnya masing-masing. Sehingga saat kita
memasuki ke institusi pendidikan sudah disedikan pengajar yang sesuai dengan
profesi mereka. Yang bisa kita lakukan saat ini bukan menyeleksi siapa guru
yang akan mengajar namun meyeleksi institusi pendidikan mana yang tepat dengan
tujuan belajar kita. Musyawarah dalam mencari ilmu sangat diperlukan. Apalagi
dalam menentukan bidang study yang akan kita tekuni. Kiranya hal ini perlu
dimusyawarahkan dengan keluarga terutama dengan orang tua. Konsep musyawarah
ini juga dapat diterapkan dalam proses belajar-mengajar yang lebih dikenal
dengan diskusi.
Dengan adanya diskusi setiap siswa
akan terlatih bagaimana untuk memaparkan pendapatnya. Sehingga, pemikiran
mereka akan terus berkembang. Metode ini juga dapat menghapus frame bahwasannya
kebenaran mutlak ada di tangan guru, karena jalan diskusi akan ada proses tukar
pendapat antara guru dan siswa. Berkenaan dengan pemilihan bidang study yang
sepenuhnya diserahkan kepada guru saya tidak setuju. Meskipun guru mengetahui
bakat kita yang tepat berada di posisi mana namun apabila tidak sesuai dengan
minat proses belajar yang akan kita jalani tidak akan berjalan dengan baik.
Bakat ataupun keahlian bisa kita bentuk dan kembangkan melalui proses
pendidikan. Akan tetapi, minat itu murni lahir dari dalam diri setiap individu.
Oleh karenanya, biarkanlah siswa itu memilih bidang study yang akan ditekuni
sesuai dengan keinginannya. Diskusi ilmiah sudah menjadi ma’ruf
dikalangan pelajar terutama dikalangan mahasiswa. Mereka melakukan hal itu guna
untuk mencari ilmu selain di pendidikan formal.
Namun diskusi ilmiah dalam
pandangan mereka, hanya ada ceramah dan season tanya jawab. Hal ini, tentunya
berbeda dengan diskusi ilmiah yang tercantum dalam kitab ta’lim muta’alim. Saya
lebih senang dengan konsep yang dituturkan oleh Syaikh Az-Zarjuni bahwasannya
yang dimaksud dengan diskusi ilmiah adanya saling mengkritisi pendapat
masing-masing dan adu argumen. Dengan metode ini suasana diskusi akan hidup dan
menstimulus pemikiran pelajar. Jika melihat realita yang terjadi di berbagai
institusi dan universitas yang ada di Indonesia diskusi hanya sekedar diskusi.
Cukup penyaji menyampaikan materi dan dilanjutkan dengan sesi pertanyaan. Lebih
disayangkan lagi, ketika diskusi berjalan langsung dosen yang bersangkutan
tidak hadir. Padahal dosen memiliki peran penting ketika diskusi. Sehingga
proses mencari kebenaran ilmu tidak hanya dari siswa melainkan dari guru sebagai
pelurusan dalam menyimpukan pendapat-pendapat pelajarnya. Relevansi Kitab
Ta’lim Muta’alim dengan Teori Pendidikan Modern Diskusi Ilmiah yang dibahas
dalam kitab ta’lim muta’alim dimana dalam diskusi terdapat dua unsur yang harus
dilakukan yakni saling mengkritisi pendapat dan adu pendapat guna menguji suatu
kebenaran yang berkorelasi dengan konsep pendidikan saat ini. Konsep pendidikan
sekarang lebih banyak menuntut murid agar lebih aktif, seperti Kurikulum
Berbasis Kompetensi menganjurkan siswa sebgai subjek dan guru sebagai
fasilitator. Diskusi ilmiah ini dapat diterapkan di bangku sekolah untuk
melatih keberanian dan melatih tata bahasa siswa dalam memaparkan suatu
argument sehingga mereka dapat berbicara dengan logis dan jelas. Hal ini sesuai
dengan konsep Kurikulum yang berlaku saat ini yang bertujuan agar siswa lebih
aktif dalam proses belajar. Sehingga mereka tidak menunggu materi yang akan
disampaikan oleh guru. Akan tetapi mereka juga ikut serta dalam mencari bahan
pelajaran yang akan dipelajari. Dalam kitab ta’lim mut’alim ada syair yang
kiranya sangat relevan dengan manjemen pendidikan, syair tersebut ialah: “Jika
kau mau mentaati pemesanan yang suka rela”.
Bahwa tata bicara ada lima perkara:
1. Jangan
pernah lupa apa sebabnya.
2. Kapan
waktunya.
3. Bagaimana
caranya.
4. Berapa
panjangnya.
5. Dimana
tempatnya Itulah semuanya.
Jika dikaitkan dengan manajemen
pendidikan sekarang bahwasannya dari syai’r diatas tersirat dalam sebuah
manajemen menggunakan rumus POAC, yakni: Planning (Perencanaan), Organizing
(Pengaturan), Actuiting (Pengaktifan) dan Controlling (pengawasan). Hal ini
menandakan bahwasannya umat terdahulu metode belajarnya sudah menggunakan
konsep yang ada saat ini. Hal itu berarti bahwasannya umat muslim sudah
memiliki motede belajar yang efektif dan efesien. Metode belajar yang
dipaparkan oleh Syaikh Az-Zarjuni seperti metode menghafal rupanya masih
dipakai sampai sekarang. Sebagai contoh di jurusan bidang study bahasa
rata-rata menggunakan metode ini guna menghafal vocabulary bahasa asing.
Kemudian, kitab ta’lim muta’alim juga menjelaskan kapan waktu yang tepat untuk
belajar mudzakarah sehingga kita dapat menyerap dan memahaminya. Hal ini ada
korelasinya dengan mata pelajaran sekarang seperti psikologi dan kesehatan.
Kekurangan dan Kelebihan Terjemahan Kitab Ta’lim Muta’alim Terjemahan Kitab
ta’lim muta’alim oleh Drs. H. Aliy As’ad, M.M tata bahasa yang digunakan
terlalu tekstual dalam menerjemahkan. Sehingga ketika membaca sering
mengernyitkan dahi untuk memahaminya. Dari segi kertas yang dipakai, kertasnya
mudah rusak. Warna kertasnya abu-abu apabila lama kelamaan disimpan akan
menguning dan berdebu ini tidak baik untuk kesehatan.
Kemudian dari ilustrasi cover buku
kurang menarik pembaca. Ilustrasinyaa tidak mengcover seluruh isi kitab ta’lim.
Padahal, pembaca ketika membeli buku yang pertama kali dilihat ialah covernya.
Selanjutnya, penerjemah hanya menerjemahkan teks asli dari kitab tersebut tanpa
menerjemahkan kata-kata yang dapat dimengerti oleh sasaran (bahasa sasaran),
seperti kata piwulang dan sangu. Pembaca kitab ta’lim muta’alim tentunya tidak
semua mengerti dengan kata-kata yang dimaksud. Meskipun demikian, kitab ta’lim
muta’alim banyak menjelaskan bagaimana kita mendapatkan ilmu, metode belajar,
konsep pendidikan terdahulu, waktu-waktu yang tepat untuk belajar (mereview
pelajaran) sehingga perlulah bagi skita sebagai pelajar untuk membacanya.
Selain itu juga dalam kitab ta’lim muta’alim terdapat syai’r-syai’r yang secara
tidak langsung kita dapat belajar sastra atau ilmu retorika. Oleh karenanya
buku ini sangat tepat sebagi pegangan bagi orang yang sedang menuntut ilmu.
Kesan Ketika dan Setelah Membaca Kitab Ta’lim Muta’alim Awalnya saat membaca
kitab ini sangat membosankan karna faktor banyak kalimat yang mengandung makna
ambigu. Namun, meski demikian buku ini telah membuat saya penasaran untuk terus
mengupasnya. Setelah membaca buku ini saya mendapatkan sedikitnya pencerahan
untuk tetap semangat dalam belajar. Selain itu buku ini juga memberikan pedoman
metode belajar yang harus digunakan dan kapan saat-saat yang tepat untuk
menstimulus otak kita dalam menyerap pelajaran.
Comments
Post a Comment